Salah satu sunnah ketika seorang bayi lahir di dunia adalah melaksanakan aqiqah. Tata cara aqiqah sesuai sunnah biasanya dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran sang anak.
Biasanya dilakukan dengan memotong hewan lalu dimasak untuk dibagikan.
5 Tata Cara Aqiqah
Aqiqah merupakan perayaan kelahiran bayi atau walimatul maulid sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Menurut jumhur ulama hukum dari aqiqah adalah sunnah muakkad atau sunnah yang sangat diutamakan.
Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Islam wa Adillatuhu” menjelaskan tentang syarat hewan yang akan disembelih sebagai aqiqah sama dengan hewan qurban, baik dari segi jenis, usia, dan sifatnya yang harus bebas cacat.
Mazhab Syafi’i juga menjelaskan bahwa jumlah kambing untuk aqiqah anak laki-laki adalah dua ekor dan anak perempuan cukup satu ekor. Pendapat ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA:
“Rasulullah SAW memerintahkan agar kami mengaqiqahkan anak laki-laki dengan menyembelih dua ekor kambing dan anak Wanita dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Ibnu Majah).
Berikut tata cara aqiqah sesuai sunnah dan doanya:
1. Menyembelih Hewan Aqiqah
Urutan tata cara aqiqah sesuai sunnah yang dahulu adalah penyembelihan hewan. Penyembelihan hewan aqiqah hendaknya disembelih hari ketujuh kelahiran bayi.
Ketika bayi lahir pada malam hari, maka tujuh hari dihitung mulai keesokan harinya.
Perihal waktu menyembelih hewan aqiqah ulama mazhab Syafi’I dan Hambali memperbolehkan penyembelihan sebelum ataupun sesudah hari ketujuh.
Menurut sekelompok ulama madzhab Hambali, aqiqah boleh dilakukan sang ayah setelah anak yang sudah besar, hal ini dilakukan karena tidak ada Batasan waktu untuk melaksanakan aqiqah.
Para ulama madzhab Syafi’I mensunnahkan bagi yang mengaqiqahi anaknya untuk ikut hadir dan menyaksikan proses penyembelihan hewan aqiqah.
Selanjutnya bagi penjagal hewan untuk membaca basmallah sebelum menyembelih aqiqah.
Setelah membaca basmalah kemudian membaca takbir dan disunnahkan pula untuk membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW.
2. Memasak Daging Aqiqah dan Membagikannya
Ada dua pendapat mengenai daging aqiqah. Pertama Sebagian ulama berpendapat boleh membagikan daging aqiqah tanpa dimasak dahulu,
Sedangkan pendapat kedua Sebagian ulama yang lain menyatakan lebih utama apabila dimasak dahulu dalam kondisi matang.
Daging aqiqah yang sudah dimasak disunnahkan dibagikan kepada tetangga sekitar sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak.
Prinsip pembagiannya juga hampor sama dengan gading qurban yakni siapa saja boleh menerimanya termasuk juga yang mengaqiqahi.
Hal ini didasarkan pada hadits Imam Al-Baghawi yang artinya:
“dianjurkan untuk tidak membagikan daging hewan aqiqah dalam keadaan mentah, makanlah dahulu kemudian antarkan kepada orang fakir dengan nampan.”(HR. Imam Al-Baghawi)
Namun jika aqiqahnya adalah aqiqah nadzar, maka wajib di shodaqohkan seluruh dagingnya kepada orang lain. Jadi yang mengaqiqahi tidak boleh ikut makan daging aqiqah tersebut.
Pembagian daging yang sudah dimasak lebih afdhal jika diantarkan langsung dari pada harus mengundang ke rumah.
Jika aqiqahnya termasuk aqiqah sunnah pada umumnya maka disunnahkan bagi yang mengaqiqahi untuk mengambil bagian daging aqiqah tersebut.
Caranya dengan 1/3 untuk yang mengaqiqahi dan sisanya untuk dishodaqohkan kepada siapapun.
Atau bisa juga 1/3 untuk yang mengaqiqahi, 1/3 untuk fakir miskin, dan 1/3 lagi untuk dihadiahkan kepada tetangga yang berkecukupan.
Dalam sebuah hadist yang berasal dari Aisyah RA: “Setelah memasak hewan aqiqah, keluarga boleh memakan Sebagian daging tersebut lalu menyedekahkan Sebagian yang lain kepada orang-orang yang membutuhkan.
Sunnahnya dua ekor kambing untuk laki-laku dan satu ekor kambing untuk perempuan.
Hewan itu dimasak tanpa mematahkan tulangnya, lalu dimakan (oleh keluarganya) dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR. Baihaqi)
Dalam hadits ini jelas disebutkan bahwa daging aqiqah Sebagian bisa dimakan, sedangkan Sebagian lagi dibagikan kepada orang-orang.
Sebagian daging diberikan kepada keluarga terdekat dan Sebagian lagi dapat dibagikan kepada tetangga atau fakir miskin.
3. Mencukur Rambut Bayi dan Memberinya Nama
Selanjutnya tata cara aqiqah sesuai sunnah adalah dengan mencukur rambut bayi. Selain itu pemberian nama juga dapat diberikan saat pelaksanaan aqiqah tersebut.
Pelaksanaan pemotongan rambut ini disunnahkan oleh Rasulullah SAW untuk dilakukan pada hari ke tujuh.
Hal ini menurut jumhur ulama memiliki status hukum sunnah muakkad atau sunnah yang sangat dianjurkan.
Namun tidak ada hadist yang menjelaskan bagaimana seharusnya mencukur rambut anak, yang jelas pencukuran harus dilakukan dengan merata.
4. Membaca Doa
Madzhab Syafi’I melakukan tata cara aqiqah sesuai sunnah selanjutnya dengan melakukan doa aqiqah.
Ini dilakukan untuk mendoakan sang bayi yang baru lahir. Hal ini lakukan seperti apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Dimana beliau pernah mendoakan bayi yang baru lahir yakni anaknya sahabatnya Abu Musa Al Asy’ari.
Maka dari itu dalam acara aqiqah biasanya sudah maklum diadakan pengajian atau pembacaan maulid barzanji dan juga melakukan doa Bersama.
Lalu bolehkah aqiqah tanpa pengajian?
Hal ini boleh saja dilakukan namun yang lebih utama ya dengan dilakukan pengajian sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW pada Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, bahwa:
“disunnahkan untuk mentahnik bayi dengan kurma. Dari Abu Musa Al-Asyary RA berkata: aku membawa bayiku kepada Rasulullah SAW dan beliau beri nama Ibrahim. Beliau mentahniknya dan mendoakan keberkahan untuknya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Berikut bacaan doa bagi anak yang sedang di aqiqah: “U’iidzuka bikalimaatillaahit taammaati min kulli syaithooni wa hammah. Wa min kulli ‘ainin lammah.”
Artinya “saya lindungkan engkau, wahai bayi, dengan kalimat Allah dari godaan syaitan serta tiap-tiap pandangan kebencian”
5. Memberi Nama Bayi Yang Baik
Tata cara aqiqah sesuai sunnah selanjuutnya adalah meberi nama yang baik kepada sang anak. Para ulama Syafi’iyah menganjurkan untuk memberi nama bayi pada hari ke tujuh.
Hal ini berhubungan dengan pelaksanaan aqiqah dan dicukur rambutnya.
Namun bukan berarti Anda tidak bisa memberi nama sebelum atau sesudah aqiqah. Anda bisa memberi nama sebelum atau bahkan setelah kelahiran, namun lebih afdhalnya adalah memberi nama bayi pada hari ke tujuh.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Tata cara aqiqah sesuai sunnah memberi nama bayi pada hari ketujuh, namun boleh juga sebelumnya atau sesudahnya.
Dari Samurah bin Jundub sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
Setiap bayi itu tergadaikan dengan mengaqiqahkan anak, disembelihkan hewan aqiqah di hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR Abu Dawud)
Itulah tata cara aqiqah sesuai sunnah yang harus Anda ketahui sebelum Anda mengaqiqahi anak. Lakukan Tata cara aqiqah sesuai sunnah tersebut dengan baik agar mendapat pahala yang maksimal.
Jika Anda tidak yakin akan tata cara aqiqah dengan baik, Anda bisa menggunakan jasa aqiqah terbaik https://www.paketaqiqahan.com/.
Merupakan jasa aqiqah Jakarta yang terbaik dengan pelayanan maksimal. Insyaallah jasa aqiqah ini sudah paham betul tentang tata cara aqiqah yang baik dan benar.
Tak usah khawatir harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau. Tunggu apa lagi hubungi sekarang juga.