Apa Hukumnya Aqiqah Dalam Syariat Islam? Yuk Cari Tahu!

Apa Hukumnya Aqiqah

Table of Contents

Ketika anak lahir didunia orang tua akan menyambut bayi tersebut dengan melaksanakan aqiqah. Pelaksanaan aqiqah ditandai dengan menyembelih kambin dan memotong rambut si bayi kemudian dioleskan minyak zafran. Namun tahukah Anda apa hukumnya aqiqah?

Hukum Aqiqah Menurut Para Ulama

Sebagai rasa syukur karena dikaruniai seorang anak, umat muslim melakukan aqiqah.

Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan prosesi penyembelihan hewan ternak kambing ataupun domba kemudian setelah itu dibagikan kepada keluarga dan orang-orang yang membutuhkan.

Biasanya aqiqah dalam islam ini dilakukan pada hari ke 7, ke 14 atau ke 21 setelah kelahiran seorang anak.

Untuk anak laki-laki memotong 2 ekor kambing sedangkan untuk anak perempuan memotong 1 ekor kambing. Lalu apa hukumnya aqiqah menurut para ulama?

1. Hukum Aqiqah Menurut Sayyid Sabiq

Imam Rasjidi dalam bukunya Panduan Kehamilan Muslimah menjelaskan jika Sayyid Sabiq menyebut hukum aqiqah adalah sunnah muakkad, meskipun seorang ayah dalam keadaan sulit.

Hal ini disandarkan pada hadis nabi Muhammad SAW sesuai dengan HR. Tirmidzi.

2. Hukum Aqiqah Menurut Mazhab Zahiri

Hukum aqiqah menurut para ulama yang pertama adalah menurut mazhab Zahiri. Menurut Imam Laits, Hasan Basri, dan para kalangan mazhab Zahiri apa hukumnya aqiqah adalah wajib.

Pendapat ini didasari oleh sabda Nabi sesuai dengan HR Abu Dawud

3. Hukum Aqiqah Menurut Ulama Zhahiriyah

Para ulama Zhahiriyah berpendapat jika hukum melaksanakan aqiqah adalah wajib bagi orang-orang yang menanggung nafkah si anak, maksudnya disini adalah orang tua bayi.

Mereka mengambil dasar hukum dari hadits Rasul SAW yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi.

4. Hukum Aqiqah Menurut Imam Hanafi

Para fuqaha (ahli fikih) pengikut Imam Hanafi (Abu Hanifah) berpendapat jika hukum aqiqah tidak wajib dan tidak pula sunnah, melainkan termasuk ibadah sukarela (tathawwu’). Pendapat ini dilandaskan pada hadist nabi:

“aku suka sembelih-sembelihan (aqiqah). Akan tetapi barang siapa dianugerahi anak lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu dipersilahkan melakukannya” (HR Al-Baihaqi).

Ada sejumlah Riwayat juga mengatakan bahwa aqiqah sudah dilakukan sejak zaman jahiliyah. Mereka melakukan aqiqah untuk anaknya yang baru lahir terutama kepada anak laki-laki.

Cara mereka dengan menyembelih kambing lalu darahnya dilumuri ke kepala sang bayi.

5. Hukum Aqiqah Menurut Madzhab Syafi’I dan Mazhab Hambali

Para ulama fikih mazhab Syafi’I dan pendapat mazhab Hambali menyatakan bahwa aqiqag hukumnya sunnah muakkad.

Mereka mengambil dasar dari hadits Rasulullah SAW: “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama” (HR. Abu Daud).

Pendapat mazhab ini memahami bahwa makna tergadaikan/ murtahanun adalah anak tersebut tidak akan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sebelum di aqiqahi.

Imam Syafi’i juga berpendapat untuk memberi nama yang baik untuk anak.

Tak hanya itu, beliau juga berpendapat untuk bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya jika memungkinkan. Seperti disebutkan imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ al-Muhadzdzab, disebutkan:

“Disunnahkan mencukur rambut bayi pada hari ketujuh. Para ulama syafi’iyah menganjurkan untuk bersedekah senilai rambut yang dicukur, boleh dengan emas ataupun perak, baik anak laki-laki maupun perempuan”

Diriwayatkan juga bahwa Nabi SAW beraqiqah untuk Hasan dengan seekor kambing seraya bersabda: “wahai Fatimah, cukurlah kepalanya dan sedekahkanlah perak seberatnya kepada orang-orang miskin.” (HR. Tirmidzi).

6. Hukum Aqiqah Menurut Mazhab Maliki

Menurut mazhab Maliki apa hukumnya aqiqah yakni mandub. Mandub merupakan hukum yang derajatnya di bawah hukum sunnah (Syarh al-Kabir. Ad-Dardir, 2/126).

7. Hukum Aqiqah Menurut Ulama Kontemporer

Apa hukumnya aqiqah menurut ulama kontemporer? Para ulama kontemporer juga menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad.

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan dalam fatwanya: “hukum aqiqah adalah sunah muakkad, sehingga tidak ada dosa bagi mereka yang meninggalkannya”. Beliau juga berdalil dalam sebuah hadits:

“dari Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda barangsiapa yang melahirkan seorang anak jika ingin mengaqiqahi, maka hendaknya mengaqiqahi.

Jika anak yang terlahir perempuan maka cukup dengan satu kambing” (HR. Abu Daud)

Syaikh Shalih al-Munajjid juga menjelaskan bahwa pada hadis tersebut Rasulullah SAW mengaitkan perintahnya dengan rasa suka atau ingin melaksanakan pelakunya.

Maka dengan ini menunjukkan bahwa hukum aqiqah hanya sekedar sunah tidak sampai wajib.

Namun disisi lain Syaikh Shalih al-Munajjid memberi catatan, meski hukum aqiqah adalah sunnah maka hendaknya umat muslim tidak meremehkan amalan mulia ini.

Para ulama kontemporer juga menentukan jika anak yang lahir laki-laki, maka aqiqah dengan dua kambing, sedang untuk perempuan cukup dengan satu kambing. Lalu aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi.

Namun jika tidak bisa dilakukan pada hari ketujuh karena adanya faktor tertentu, maka aqiqah boleh dilaksanakan dihari lain setelahnya, dengan kata lain tidak ada batas umur aqiqah anak.

Lebih baik jika segera dilaksanakan, namun tidak berdosa jika harus mengakhirkannya.

8. Hukum Orang Tua Tidak Melakukan Aqiqah Untuk Anaknya

Menurut Buya Yahya jika orangtua tidak melakukan aqiqah untuk anaknya hal ini tidak apa-apa.

Hal ini dikarenakan menurut 4 imam mazhab tidak ada yang mengatakan aqiqah itu wajib. Namun bukan berarti nantinya orangtua tidak bisa mendapatkan syafaatnya anak.

Buya Yahya juga menjelaskan bahwa ketika orangtua tidak mampu mengaqiqahi anaknya tidak jadi masalah dan apa hukumnya aqiqah sang anak masih tetap akan memberikan syafaat kepada orangtuanya.

Tak hanya yang tidak mampu, orang yang mampu namun tidak mengaqiqahkan anaknya tidak menjadikannya dosa.

Hal ini memang dihakikatkan apa hukumnya aqiqah adalah sunnah. Namun ketika seorang tersebut mampu alangkah lebih baik melakukan aqiqah sebagai bentuk rasa syukur telah dikaruniai seorang anak.

9. Hukum Aqiqah Anak Tapi Orang Tua Belum Aqiqah

Apa hukumnya aqiqah anak tapi orang tua belum aqiqah, bagaimana? Buya Yahya pernah perkata jika seperti itu lebih baik aqiqahkan anak Anda dahulu, mengapa demikian?

Karena yang bertugas mengaqiqahkan anak Anda adalah Anda sendiri.

Sedang yang bertugas untuk mengaqiqahi Anda adalah orang tua Anda. baru nanti misal ada rezeki lagi, silahkan untuk mengaqiqahi diri sendiri.

10. Hukum Aqiqah Setelah Dewasa

Bagaimana jika sudah dewasa namun belum aqiqah, apa hukumnya aqiqah tersebut? Banyak ulama mengatakan hukum aqiqah setelah dewasa, maka disunnahkan untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.

Namun ada ulama yang mengatakan bahwa apa hukumnya aqiqah adalah tidak perlu aqiqah.

Hal ini dikarenakan aqiqah adalah kewajiban orangtua, maksudnya adalah ia tidak boleh mengaqiqahi atas dirinya. Namun hadits yang digunakan untuk dasar pendapat ini adalah hadis batil dan mungkar.

Dapat disimpulkan apa hukumnya aqiqah yakni sunnah muakkad, hal ini dikarenakan banyak ulama menyebutkannya sunnah.

Namun jika Anda mampu alangkah baiknya untuk melakukan aqiqah ini. Selain mendapat pahala Anda juga bisa membantu orang-orang yang membutuhkan.

Untuk Anda yang ingin melakukan aqiqah, Anda bisa menggunakan jasa aqiqah https://www.paketaqiqahan.com/. Merupakan jasa aqiqah murah namun pelayanannya maksimal dan terbaik.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Chat Admin