Sejarah aqiqah sudah ada sejak zaman dahulu dan hukumnya juga sudah ada dalam ketentuan agama Islam.
Setiap bayi yang baru lahir menjadi tanggungan dengan aqiqahnya disembelih untuknya hewan pada hari ketujuh, mencukur dan memberikannya nama.
Berbagai rangkaian ibadah pada saat ini sudah pernah dilakukan oleh umat-umat terdahulu, misalnya seperti puasa, shalat, haji, kurban, sampai akikah.
Ritual ibadah tersebut yang dilakukan pada saat ini sudah disempurnakan oleh Allah melalui Nabi Muhammad SAW.
Sejarah Aqiqah Dalam Islam
Sejarah aqiqah merupakan salah satu tradisi yang ada sejak lama dan sudah pernah dipraktekkan Nabi Muhammad SAW.
Aqiqah dalam istilah agama berarti menyembelih hewan untuk bayi yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Aqiqah dilakukan dengan niat dan syarat-syarat tertentu dan oleh sebagian ulama aqiqah disebut juga dengan nasikah dan dzabihah artinya binatang yang disembelih.
Tradisi atau Sejarah aqiqah tersebut biasanya dilestarikan dan dianjurkan untuk dilakukan pada hari tertentu.
Diantaranya Sejarah aqiqah pada hari ketujuh, keempat belas, atau kedua puluh serta hari kapan saja saat keluarga sudah merasa mampu dan siap.
Kemudian daging aqiqah itu disumbangkan kepada fakir miskin, seperti ketentuan untuk pembagian daging kurban.
Meskipun tidak banyak disebutkan sejarah dan dalil aqiqah dalam sejarah, ada kemungkinan bahwa tradisi Aqiqah ini berakar pada sejarah kurban Nabi Ibrahim AS.
Syariat aqiqah sendiri sudah dikenal dan banyak dilakukan sejak zaman jahiliyah.
Namun berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat islam dan seperti yang banyak dilakukan saat ini.
Kisah sejarah aqiqah menurut beberapa riwayat disebutkan sudah dilakukan untuk anak yang baru lahir khususnya anak laki-laki.
Aqiqah berasal dari bahasa Arab yang berarti penyembelihan hewan (kambing atau domba) sebagai tanda syukur orang tua atas kelahiran anaknya. Pelaksanaan aqiqah harus sesuai dengan syariat Islam yang berlaku.
Sebagai seorang Muslim, tidak ada salahnya mengetahui sejarah aqiqah yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim as.
Sebagai awal mula kisah pengorbanan atau kurban yang bukan hanya melatarbelakangi ibadah kurban tapi juga ibadah aqiqah.
Aqiqah diwajibkan bagi umat Islam ketika mereka memiliki seorang anak baik anak laki-laki maupun perempuan.
Namun sebagian ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Imam Malik tidak setuju dengan pernyataan bahwa aqiqah itu wajib.
Karena tidak ada penafsiran agama terhadapnya, sunnah atau wajibnya aqiqah ketika dilakukan maka akan tetap mendapatkan pahala.
Di Indonesia tradisi aqiqah sudah melekat bukan hanya sebagai tradisi umat Islam tapi juga budaya yang sudah sejak lama dilakukan.
Sebelum Islam masuk ke masyarakat Arab, kambing atau domba dikorbankan untuk setiap kelahiran anak laki-laki.
Membunuh hewan ini disebut aqiqah, orang Arab melakukan ini sebagai tanda syukur dan kebahagiaan atas kelahiran seorang anak.
Saat itu, aqiqah dilakukan dengan menyembelih kambing atau domba, lalu mencukur rambut anak, kemudian kepala bayi dilumuri darah hewan kurban.
Namun setelah masuknya Islam tradisi melumurkan darah pada kepala anak dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.
Kebiasaan melumurkan darah tersebut kemudian berubah menjadi pemberian air dengan bunga-bunga atau minyak wangi. Hal tersebut dijelaskan dalam dalil aqiqah Riwayat Abu Daud dari Buraidah.
Selain hadir yang diriwayatkan oleh Abu Daud diatas, ada juga hadis riwayat mengenai sejarah aqiqah tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban yang menerangkan dari Aisyah yang berkata mengenai tradisi akikah yang dilakukan pada masa jahiliah.
Pada masa tersebut anak yang diakikahkah akan dilumuri kepalanya dengan darah hewan akikah. Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda
‘Gantilah darah dengan minyak wangi’ kemudian diubahlah tradisi tersebut hingga saat ini.
Ketika Islam masuk ke masyarakat Arab, Nabi Muhammad SAW datang sebagai pembawa wahyu Allah SWT untuk menyempurnakan ibadah aqiqah.
Bayi perempuan yang baru lahir juga bisa melakukan aqiqah, yang sebelumnya hanya dilakukan untuk bayi laki-laki.
Jika mampu untuk melakukan aqiqah bagi anak laki-laki, maka bisa menyembelih dua ekor kambing.
Namun jika tidak maka menyembelih satu ekor kambing untuk anak laki-laki juga akan tetap disahkan, sedangkan untuk perempuan hanya satu ekor kambing saja.
Seperti dijelaskan dalam hadis Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Ummu Karaz Al Ka’Biyah yang mengatakan bahwa untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing. Sementara untuk anak perempuan disembelihkan satu ekor.
Nabi Muhammad melakukan aqiqah untuk cucu-cucunya yaitu Hasan dan Husein seperti diriwayatkan dalam hadis Ibnu Abbas ra.
Dikatakan bahwa Rasulullah SAW menyembelih untuk Hasan dan Husein masing-masing menyembelih satu kambing.
Semenjak itulah hikmah aqiqah dijadikan sebagai sebuah tradisi oleh umat muslim yang mempunyai anak baru lahir. Proses akikah biasanya dilakukan saat bayi memasuki usia ke tujuh seperti diketahui dari sebuah hadis.
Namun ada juga pendapat lain yaitu dari Sayyidah Aisyah dan Imam Ahmad yang mengatakan bawa aqiqah dilakukan pada hari ke tujuh, ke 14 dan ke 20.
Sementara menurut Imam Malik aqiqah bisa dilakukan pada hari ke 7 sesuai dalam sunnah.
Kemudian bisa juga dilakukan pada hari ke 8, ke 10, atau lewat pada hari tersebut sampai keluarga siap untuk melakukan aqiqah juga masih diperbolehkan.
Daging yang sudah disembelih dibagikan seperti pembagian daging kurban, namun biasanya sudah matang.
Hukum Akikah
Para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam menetapkan Aqiqah Daging Sapi , ada yang menyatakan wajib dan ada juga yang sunnah.
Perbedaan pendapat ini muncul karena adanya perbedaan pemahaman terhadap sejarah dan dalil aqiqah.
Ulama Zahiriyah berpendapat, hukum melaksanakan akikah adalah wajib bagi orang yang menanggung nafkah si anak, maksudnya bagi orang tua bayi.
Ulama Zahiriyah tersebut mengambil dasar dari hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi.
Sementara itu, jumhur (mayoritas) ulama memberikan pendapat bahwa dalam sejarah aqiqah hukumnya sunnah muakkadah.
Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafii, ulama Madinah serta para pengikutnya, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq, dan segolongan besar ahli fiqih dan mujtahid.
Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi SAW yang mengatakan bahwa barang siapa diantara kamu yang ingin bersedekah untuk anaknya maka diperbolehkan. Diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasai dan Abu Dawud.
Sementara itu, para ahli fiqih atau fukaha pengikut Abu Hanifah (Imam Hanafi) berpendapat bahwa dalam Sejarah aqiqah tidak wajib dan tidak pula sunnah.
Namun Sejarah aqiqah termasuk ibadah tathawwu’ atau hukum yang dilakukan secara sukarela dilihat dari sejarah singkat qurban dan aqiqah.
Pendapat ini dilandaskan kepada hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang mengatakan bahwa Nabi tidak suka sembelih-sembelihan.
Namun bagi siapa yang dianugerahkan anak dan hendak menyembelih hewan maka dipersilahkan.
Itulah beberapa penjelasan mengenai sejarah aqiqah dan hukumnya bagi umat Islam, berdasarkan dari berbagai riwayat hadis.
Dapatkan paket aqiqah mudah di Jakarta hanya dari paketaqiqahan.com dengan harga terbaik dan layanan berkualitas.